Rabu, 13 Juli 2016

Mungkin ini sudah waktunya..

Tubuh saling bersandar
Ke arah mata angin berbeda
Kau menunggu datangnya malam

Saat kumenanti fajar

Sudah coba berbagai cara
Agar kita tetap bersama
Yang tersisa dari kisah ini
Hanya kau takut kuhilang

Perdebatan apapun menuju kata pisah
Jangan paksakan genggamanmu
Izinkan aku pergi dulu
Yang berubah hanya
Tak lagi kumilikmu
Kau masih bisa melihatku
Kau harus percaya
Kutetap teman baikmu..


Mungkin ini cara berpisah paling baik buat kita berdua. Iya, berpisah tanpa perpisahan. Bagaimana tidak? Selama ini setiap perpisahan kita yang ‘berpamitan’ selalu tertahan. Karna salah satu dari kita masih ada yang menahannya. Kali ini? Aku rasa tidak. Aku sudah lepas tangan. Mungkin bisa dibilang mengibarkan bendera putih tanda aku menyerah atas semuanya. Aku sudah terlalu lelah, terlalu capek atas semuanya. Aku akui, aku memang berbahagia selama ini, iya selama bersamamu. Namun, kebahagiaan yang aku dapat Cuma sementara. Lalu buat apa? Dari awal aku tau bahwa ini semua memang takkan berakhir manis, namun aku tetap memaksakan menyambut genggamanmu. Itu kesalahan terbesarku.

Mungkin ini sakit, bahkan terlalu sakit. Namun kupikir, lebih baik sakitnya sekarang. Selagi aku masih bisa mengobatinya perlahan. Selagi belum terlambat dan terlanjur parah. Sekarang atau nanti sama saja. Yang kutunggu takkan pernah datang. Justru mungkin jika nanti bukan hanya menyakitiku, namun mematikanku.

Mulai sekarang, aku cukup memotivasi diriku sendiri untuk tak lagi mengetahui apapun tentangmu, mengubur perasaan itu dalam-dalam, lalu tak lagi mengingat semua kisah, kenangan dan kebiasaan tentang kita. Ini tugas berat bagiku.. sejujurnya tak terbayang bagaimana olehku untuk melewatinya.
Sekarang aku terlalu membencimu, iya. Ketika aku mengingat bagaimana caramu menyakitiku perlahan. Buat apa selama ini kata maafmu jika untuk mengulangi kesalahan yang sama. Lalu untuk apa kata sayangmu jika untuk menyakitiku lagi dan lagi? Apa semua kata-kata itu terlalu murah untuk diucapkan bagimu?

Kita pernah saling berpegang erat, saling benjanji untuk tak lagi mengakhiri sampai keputusan yang kita buat bulat untuk berpisah. Maafin aku, jika lagi dan lagi aku yang mengakhiri tanpa meminta persetujuanmu. Kali ini aku benar-benar lelah, tak sanggup lagi menghadapi kamu. Memang benar kata pepatah, jika berjuang sendirian itu sakit.

Arrrghh! Aku benci menjadi orang dewasa, yang terlalu rumit menghadapi cinta. Jika boleh memilih, lebih baik aku tidak merasakan apa-apa. Sungguh terlalu sakit rasanya. Memendam cerita dan masalah sendirian.

Apa setelah ini semuanya akan baik-baik saja? Aku harap begitu, namun mungkin tidak... bagaimana bisa kita berteman seolah semuanya baik-baik saja sementara kita tau kita saling sayang? Butuh waktu untuk menghapusnya. Terutama aku, aku bukan tipe orang yang lihai dalam melupakan, aku terlalu kekanak-kanakan untuk itu. Lebih baik sekarang kita bertingkah seolah tak kenal dan tak pernah masuk ke kehidupan satu sama lain. Rumit ya? Begitulah.. tapi ini cara terbaik

Dan yang terakhir, jika benar kamu sayang aku. Tolong lepaskan genggamanmu. Ini permintaanku........

3 komentar:


  1. THERE ARE NEW PICTURES ON MY BLOGS. VISIT THEM PLEASE:

    www.benjaminpelemele.blogspot.com mainly natural history
    www.mypetarts.blogspot.com mainly arts
    www.pelemelebenjamin.blogspot.com travel, actualities
    www.loyznude.blogspot.com nudes

    BalasHapus
  2. bagus mbak puisinya.. iyah kalo bisa pengennya balik lagi jadi anak kecil ya mbak?agar gak ngerasain sakitnya masalah percintaan.
    mampir ya Penyebab Penyakit Scabies

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe makasih mbak, kalo lagi galau keluar inspirasi deh buat nulis. Huhu iyaa, menjadi anak kecil lebih menyenangkan.
      Oke mbak, udah mampir yaaa:)

      Hapus