Tubuh
saling bersandar
Ke arah mata angin berbeda
Kau menunggu datangnya malam
Saat kumenanti fajar
Sudah coba berbagai cara
Agar kita tetap bersama
Yang tersisa dari kisah ini
Hanya kau takut kuhilang
Perdebatan apapun menuju kata pisah
Jangan paksakan genggamanmu
Izinkan aku pergi dulu
Yang berubah hanya
Tak lagi kumilikmu
Kau masih bisa melihatku
Kau harus percaya
Kutetap teman baikmu..
Ke arah mata angin berbeda
Kau menunggu datangnya malam
Saat kumenanti fajar
Sudah coba berbagai cara
Agar kita tetap bersama
Yang tersisa dari kisah ini
Hanya kau takut kuhilang
Perdebatan apapun menuju kata pisah
Jangan paksakan genggamanmu
Izinkan aku pergi dulu
Yang berubah hanya
Tak lagi kumilikmu
Kau masih bisa melihatku
Kau harus percaya
Kutetap teman baikmu..
Mungkin ini cara berpisah paling baik buat kita berdua. Iya,
berpisah tanpa perpisahan. Bagaimana tidak? Selama ini setiap perpisahan kita
yang ‘berpamitan’ selalu tertahan. Karna salah satu dari kita masih ada yang
menahannya. Kali ini? Aku rasa tidak. Aku sudah lepas tangan. Mungkin bisa
dibilang mengibarkan bendera putih tanda aku menyerah atas semuanya. Aku sudah
terlalu lelah, terlalu capek atas semuanya. Aku akui, aku memang berbahagia
selama ini, iya selama bersamamu. Namun, kebahagiaan yang aku dapat Cuma
sementara. Lalu buat apa? Dari awal aku tau bahwa ini semua memang takkan
berakhir manis, namun aku tetap memaksakan menyambut genggamanmu. Itu kesalahan
terbesarku.
Mungkin ini sakit, bahkan terlalu sakit. Namun kupikir, lebih baik sakitnya sekarang. Selagi aku masih bisa mengobatinya perlahan. Selagi belum terlambat dan terlanjur parah. Sekarang atau nanti sama saja. Yang kutunggu takkan pernah datang. Justru mungkin jika nanti bukan hanya menyakitiku, namun mematikanku.
Mulai sekarang, aku cukup memotivasi diriku sendiri untuk tak lagi mengetahui apapun tentangmu, mengubur perasaan itu dalam-dalam, lalu tak lagi mengingat semua kisah, kenangan dan kebiasaan tentang kita. Ini tugas berat bagiku.. sejujurnya tak terbayang bagaimana olehku untuk melewatinya.
Sekarang aku terlalu membencimu, iya. Ketika aku mengingat
bagaimana caramu menyakitiku perlahan. Buat apa selama ini kata maafmu jika
untuk mengulangi kesalahan yang sama. Lalu untuk apa kata sayangmu jika untuk
menyakitiku lagi dan lagi? Apa semua kata-kata itu terlalu murah untuk
diucapkan bagimu?
Kita pernah saling berpegang erat, saling benjanji untuk tak lagi mengakhiri sampai keputusan yang kita buat bulat untuk berpisah. Maafin aku, jika lagi dan lagi aku yang mengakhiri tanpa meminta persetujuanmu. Kali ini aku benar-benar lelah, tak sanggup lagi menghadapi kamu. Memang benar kata pepatah, jika berjuang sendirian itu sakit.
Arrrghh! Aku benci menjadi orang dewasa, yang terlalu rumit menghadapi cinta. Jika boleh memilih, lebih baik aku tidak merasakan apa-apa. Sungguh terlalu sakit rasanya. Memendam cerita dan masalah sendirian.
Apa setelah ini semuanya akan baik-baik saja? Aku harap begitu, namun mungkin tidak... bagaimana bisa kita berteman seolah semuanya baik-baik saja sementara kita tau kita saling sayang? Butuh waktu untuk menghapusnya. Terutama aku, aku bukan tipe orang yang lihai dalam melupakan, aku terlalu kekanak-kanakan untuk itu. Lebih baik sekarang kita bertingkah seolah tak kenal dan tak pernah masuk ke kehidupan satu sama lain. Rumit ya? Begitulah.. tapi ini cara terbaik
Dan yang terakhir, jika benar kamu sayang aku. Tolong lepaskan
genggamanmu. Ini permintaanku........
BalasHapusTHERE ARE NEW PICTURES ON MY BLOGS. VISIT THEM PLEASE:
www.benjaminpelemele.blogspot.com mainly natural history
www.mypetarts.blogspot.com mainly arts
www.pelemelebenjamin.blogspot.com travel, actualities
www.loyznude.blogspot.com nudes
bagus mbak puisinya.. iyah kalo bisa pengennya balik lagi jadi anak kecil ya mbak?agar gak ngerasain sakitnya masalah percintaan.
BalasHapusmampir ya Penyebab Penyakit Scabies
Hehe makasih mbak, kalo lagi galau keluar inspirasi deh buat nulis. Huhu iyaa, menjadi anak kecil lebih menyenangkan.
HapusOke mbak, udah mampir yaaa:)