Selasa, 13 Oktober 2015

Sejarah Kabinet Ali Sastroamidjojo II Dan Kabinet Djuanda

 “Kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956-14 Maret 1957)
Kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956 - 14 Maret 1957). Ali Sastroamidjojo kembali diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet baru yang dibentuknya itu merupakan kabinet koalisi antara PNI, Masyumi dan NU.
Keanggotaan Kabinet Djuanda
No
Jabatan
Nama Menteri
1
2
3
4
(a.i.)Ali Sastroamidjojo
5
6
7
8
Menteri Muda Perdagangan
9
Menteri Muda Pertanian
10
Menteri Muda Perhubungan
11
12
13
14
15
16
17
18
Djuanda
(Urusan Perencanaan)
Rusli Abdul Wahid
(Urusan Umum)
Dahlan Ibrahim
(Urusan Bekas Pejuang Kemerdekaan)

Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah :
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut :
·         Perjuangan pengembalian Irian Barat
·         Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
·         Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
·         Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
·         Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokok dari kabinet ini adalah sebagai berikut :         
·         Pembatalan KMB.  
·         Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia.
·         Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan ekonomi, keuangan, industri, perhubungan, pendidikan dan pertanian.
·         Melaksanakan keputusan Konferensi Asia-Afrika.
Keberhasilan Kabinet Ali Sastroamijdojo II :
·         Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala yang dihadapi Kabinet Ali Sastroamijdojo II :
·         Berkobarnya semangat anti-Cina di masyarakat.
·         Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer, seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
·         Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
·         Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
·         Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamidjojo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.    
Akhir Kabinet Ali Sastroamidjojo II :
·         Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
 Kabinet Djuanda (9 April 1957-10 Juli 1959)

          Kondisi politik Indonesia yang tidak stabil telah membuat silih bergantinya Kabinet. Kabinet Djuanda dibentuk setelah Kabinet Ali Sastroamidjojo dua turun. Kabinet Djuanda, disebut juga Kabinet Karya, periode memerintah atau masa bakti dimulai pada 9 April 1957 hingga 10 Juli 1959. Presiden Soekarno membentuk Kabinet Karya pada tanggal 9 April 1957 dengan Djuanda Kartawidjaja (1911-1963) sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-11.
Proses Terbentuknya Kabinet Djuanda
            Proses terbentuknya Kabinet Djuanda dilatarbelakangi suasana politik saat itu yang dalam kondisi mendesak dan genting. Kondisi bangsa saat itu menuju perpecahan di antaranya akibat polarisasi yang dilakukan partai-partai dan pembagian Jawa-luar Jawa. Struktur ekonomi saat itu banyak dilakukan oleh orang-orang etnis China, sedangkan suku Jawa mendominasi struktur dalam pemerintahan.Sentimen-sentimen kesukuan dan kedaerahan menjadi jelas yang didorong oleh perbedaan-perbedaan daerah yang diungkap dalam Pemilu 1955. Suku Sunda menyatakan kejengkelannya karena orang-orang Jawa yang menguasai bidang pemerintahan. Masyarakat di luar Jawa juga umumnya frustasi dengan nilai mata uang rupiah yang tinggi yang dianggap sebagai puncak Pemerintah di Jakarta melalaikan tugasnya.
            Sejak 1952, militer di beberapa daerah banyak menjalin kerjasama yang tak lazim dengan instansi-instansi sipil di luar Jawa untuk memenuhi kebutuhan kesatuannya hingga penghasilan pribadi mereka. Jakarta terutama Nasution dan para pengikutnya tidak menyukai hal tersebut, hingga setelah menjadi Kepala Staff Tetara pada bulan November 1956. Nasution memulai kebijakan memindalahkan perwira secara besar-besaran yang kebanyakan dari mereka telah banyak terlibat dalam perusahaan-perusahaan swasta lokal. Hal tersebut menyebabkan pertalian pihak militer dan sipil terpecah menjadi dua kelompok.
            Puncaknya, saat ada usaha menawan Menteri Luar Negeri yang berasal dari PNI, Ruslan Abdulgani dengan tuduhan korupsi oleh pendukung kelompok militer yang menentang Nasution, yang kebanyakan adalah perwira militer anti-Jakarta. Usaha penawanan ini digagalkan oleh Nasution.Kelompok tersebut juga merencanakan kudeta dengan dukungan beberapa perwira Divisi Siliwangi di Jawa Barat. Kudeta yang dilancarkan saat Presiden Soekarno tengah dalam kunjungan kenegaraan ke negara-negara komunis pada 28 Agustus-16 Oktober 1956. Kudeta tersebut ingin memecat Nasution dan menggulingkan pemerintahan kabinet sebelum Soekarno kembali ke Indonesia. Namun pemberontakan tersebut digagalkan oleh kelompok pendukung Nasution sebelum bisa memasuki Jakarta.
            Rencana Presiden Soekarno tentang pembubaran partai politik melalui pidatonya pada 28 Oktober 1956, membuat militer gusar. Hal ini dikarenakan akan memunculkan kekuatan PKI dan kelompok kiri di sekitar Soekarno. Dua hari kemudian Soekarno menyatakan pemikirannya untuk membentuk Demokrasi Terpimpin. Masyumi menolak, sedangkan NU dan PNI bersikap ambivalen. Murba dan PKI menyetujui pemikiran tersebut.
            Tak berapa lama, pada Desember 1956, militer di sejumlah daerah mengambil alih kekuasaan sipil seperti di Sumatera Utara dan Selatan. Kondisi ini didukung perusahaan-perusahaan asing di sana, Militer pun menangkapi anggota-anggota PKI yang menentang pengambil alihan tersebut. Hilangnya kekuasaan atas Sumatera menyebabkan hilangnya sumber perekonomian.Tuntutan otonomi khusus juga meluas hingga Kalimantan.Sulawesi, dan Maluku.
            Ancaman disintegrasi bangsa ini, memaksa Nasution mengambil prakarsa untuk mengakhiri Demokrasi Parlementer. Usulan membentuk Kabinet Hatta untuk meredam permasalahan ditolak oleh Soekarno. Nasution lalu mendesak Presiden Soekarno mengumumkan keadaan darurat perang di mana akan menempatkan militer sebagai pemegang kekuasaan dan memberinya alat untuk mengurus perpecahan-perpecahan yang terjadi di internal militer, yang disetujui oleh Presiden Soekarno. Pada 14 Maret 1957, Ali mengundurkan diri dan Presiden Soekarno mengumumkan darurat perang. Otomatis, posisi partai politik menjadi ‘bertahan’ dan sukar untuk saling bekerja sama dalam mempertahankan Demokrasi Parlementer.
Keanggotaan Kabinet Djuanda
            Pada 9 April 1957, Soekarno mengumumkan pembentukan Kabinet Karya Djuanda di bawah komando seorang non-partai, Djuanda Kartawidjaja sebagai Perdana Menteri. Susunannya adalah sebagai berikut:
·         Perdana Menteri                         : Djuanda Kartawidjaja
·         Wakil Perdana Menteri                : Hardi
                                               
: Idham Chalid
                                               
: J. Leimena
·         Menteri Luar Negeri                    : Subandrio
·         Menteri Dalam Negeri                : Sanusi Hardjadinata
·         Menteri Pertahanan                    : Djuanda
·         Menteri Kehakiman                    : GA Maengkom
·         Menteri Penerangan                    : Soedibjo
·         Menteri Keuangan                      : Sutikno Slamet
·         Menteri Pertanian                       : Sadjarwo
·         Menteri Perdagangan                  : Prof. Drs. Soenardjo
·         Menteri Perindustrian                  : FJ Inkiriwang
·         Menteri Perhubungan                 : Sukardan
·         Menteri Pelayaran                      : Mohammad Nazir
·         Menteri PU dan Tenaga              : Pangeran Mohammad Nur
·         Menteri Perburuhan                    : Samjono
·         Menteri Sosial                            : J. Leimena
·         Menteri Pendidikan&Kebudayaan : Prijono
·         Menteri Agama                          : Mohammad Iljas
·         Menteri Kesehatan                      : Azis Saleh
·         Menteri Agraria                          : R. Sunarjo
·         Menteri Tenaga Rakyat               : A.M. Hanafi
·         Menteri Negara                          : FL Tobing
                                                :
Chaerul Saleh
                                                :
FL Tobing
                                                :
Suprajogi
                                                :
Wahid Wahab          
                                                :
Mohammad Yamin
Pencapaian Kabinet Djuanda
            Kabinet Djuanda bekerja di bawah bayang-bayang transisi Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin. Tugas dari kabinet ini sangatlah berat terutama menghadapi pergolakan-pergolakan yang terjadi di berbagai daerah, perjuangan mengembalikan Irian Barat dan menghadapi masalah ekonomi yang sangat buruk. Untuk mengatasi masalah tersebut, Kabinet Karya menyusun program yang disebut Pancakarya, yaitu:
1.     Membentuk Dewan Nasional.
2.    Normalisasi keadaan republik.
3.    Melancarkan pelaksanaan pembatalan persetujuan KMB.
4.    Memperjuangkan Irian Barat.
5.    Mempercepat proses pembangunan

Keberhasilan Kabinet Djuanda :
1.     Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia karena lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
2.    Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Dengan dibentulnya Dewan Nasional merupakan titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
3.    Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
4.    Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala yang dihadapi Kabinet Djuanda :
1.     Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
2.    Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
3.    Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-putrinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.     
Akhir Kabinet Djuanda
          Terwujudnya Demokrasi Terpimpin terjadi ketika Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diterbitkan. Hal ini dikarenakan terjadinya kelarutan waktu Konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar yang diharapkan setelah mereka tidak mungkin lagi bersidang. Maka, mulai timbul keinginan untuk kembali ke UUD 1945. Presiden Soekarno lalu mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Soekarno juga membubarkan Konstituante.
          Pada saat itu pula, diumumkan Kabinet Kerja dengan Presiden Soekarno menjadi Perdana Menteri dan Djuanda sebagai Menteri Utama.Demokrasi Terpimpin mengatur secara tegas tentang partai politik, di mana tidak boleh ada pejabat tinggi negara yang menjadi anggota partai politik. Hanya PKI-lah partai yang masih memiliki kekuatan untuk dekat bersama Soekarno. Dengan kekuasaan yang sangat besar atas diri Soekarno sebagai Presiden, maka demokrasi terpimpin telah menggusur demokrasi parlementer. Sejak itu mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar