Kamis, 15 Oktober 2015

Sejarah singkat Peristiwa G30SPKI

A.    Pemberontakan
          Peristiwa sejarah terbunuhnya tujuh jendral TNI Angkatan Darat akibat pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga kini masih menyisakan sejumlah tanya. Buntut dari kejadian yang dikenal dengan G30SPKI itu juga mengakibatkan tewasnya ratusan ribu penduduk Indonesia yang diduga penganut paham ataupun keturunan komunis.
          Pemberontakan yang menurut versi Orde Baru disebut-sebut sebagai sebuah peristiwa yang merusak keutuhan Pancasila dimana terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap 7 orang jenderal yaitu Jendral TNI Ahmad Yani, Letjen TNI MT Haryono, Letjen TNI S Parman, Letjen TNI Suprapto, Mayjen TNI Sutoyo, Mayjen TNI DI Panjaitan dan Jenderal AH Nasution yang berhasil lolos sehingga ajudannya Letnan Pierre Tandean yang diculik oleh gerombolan PKI. Selang hanya satu hari yaitu pada 1 Oktober 1965 para pelaku pemberontakan itu berhasil diringkus dan ke 7 korban penculikan dan pembunuhan berhasil ditemukan di kawasan Lubang Buaya, Halim, Jakarta Timur dibawah komando seorang perwira tinggi yang lolos dari target penculikan dan pembunuhan yaitu Mayjen TNI Soeharto.
B.     Penculikan
          Pada tanggal 30 September 1965 meletuslah pemberontakan PKI. Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari menjelang subuh, PKI mengadakan penculikan terhadap perwira-perwira Angkatan Darat dan mengumumkan adanya Dewan Revolusi. Penculikan-penculikan itu dilakukan oleh beberapa anggota pasukan Cakrabirawa (Barisan Pengawal Presiden) di bawah pimpinan Kolonel Untung. Mereka menculik dan menyiksa para perwira Angkatan Darat tanpa mengenal perikemanusiaan.
          Setelah itu jasad para perwira tadi dimasukkan ke dalam sumur Lubang Buaya di Jakarta. Adapun beberapa perwira TNI Angkatan Darat yang diculik tersebut adalah:
1.     Letnan Jenderal Akhmad Yani
2.    Mayor Jenderal Suprapto
3.    Mayor Jenderal M.T. Haryono
4.    Mayor Jenderal S. Parman
5.    Brigadir Jenderal Panjaitan
6.    Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomihardjo
          Kemudian usaha penculikan terhadap diri Jenderal A.H. Nasution gagal, tetapi ajudannya Lettu Pierre Tendean berhasil diculik dan dibunuh di Lubang Buaya juga. Bahkan putri tercinta A.H Nasution, Ade Ima Suryani yang baru berusia 5 tahun juga menjadi korban keganasan para penculik PKI.
          Peltu Polisi Karel Sasuit Tubun juga gugur dalam melawan gerombolan penculik yang sedang memasuki halaman rumah Leimena. Disamping itu, pembunuhan juga berlangsung di berbagai daerah. Di Yogyakarta kaum pemberontak telah menculik Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono. Kemudian kesepuluh perwira di atas, oleh pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi.
          Melihat keadaan yang cukup gawat itu, maka Mayor Jenderal Soeharto sebagai Panglima KOSTRAD (Komando Strategi Angkatan Darat), segera mengambil tindakan tegas. Tanggal 1 Oktober 1965 keadaan ibu kota sudah dapat dikuasai. Kemudian untuk menumpas kekuatan G 30 S/PKI di berbagai daerah di kirimkanlah pasukan RPKAD dibawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi. Dalam waktu singkat PKI dapat dilumpuhkan. Pemimpin-pemimpinnya ditangkap. Sedang D.N Aidit yang merupkan pimpinan utama PKI tertembak mati di daerah Surakarta. Dengan demikian keadaan keamanan dapat dipulihkan.
C.    Peristiwa G 30 S/PKI
          Peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 merupakan tragedi nasional. Pada hari itu Dasar Negara Pancasila akan diganti komunisme oleh PKI. Berkat pertolongan Tuhan Yang Mahakuasa dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, maka ABRI dan rakyat di bawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto dapat menggagalkan usaha PKI. Pancasila tetap kokoh sebagai dasar negara RI.
          Oleh karena itu, maka pada setiap tanggal 1 Oktober kita peringati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.  PKI merupakan partai yang mendapat dukungan dari Soekarno begitupun sebaliknya PKI sangat mendukung kepemimpinan Soekarno yang anti Amerika dan pro kepada Uni Soviet dimana politik sosialis demokratik dan azas pemerataan diutamakan itulah yang membuat PKI merasa sangat berkepentingan untuk mencegah pemberontakan dewan jenderal tersebut. Setelah melakukan pertemuan-pertemuan diantara petinggi PKI akhirnya disepakati bahwa aksi penumpasan dewan jenderal akan dilakukan pada tanggal 30 September 1965. Dalam rapat-rapat yang dilakukan para pimimpin PKI tidak disinggung sedikitpun tentang Soeharto meskipun termasuk seorang perwira berpangkat tinggi tapi mungkin dianggap tidak membahayakan kepentingan mereka.
          Hingga pada tanggal 30 September 1965 pukul 4 pagi dilaksanakanlah aksi penumpasan para jenderal dengan menculik 7 jendral yang dijadikan target PKI. Para jenderal tersebut kemudian dibawa ke lubang buaya dimana disana telah menunggu massa pendukung PKI, mereka telah berkumpul sejak tanggal 29 September sore. Massa pendukung PKI diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja terhadap ketujuh orang jenderal tersebut yang dianggap telah menyengsarakan rakyat. Sebelum melakukan penyiksaan dan pembunuhan mereka bernyanyi-nyanyi dan berpesta pora di lubang buaya tersebut.
          TNI dibawah komando Soeharto pada 1 Oktober berhasil menguasai pangkalan udara Halim Perdanakusumah dan Lubang Buaya, kemudian keesokan harinya yaitu tanggal 2 Oktober 1965 jenazah perwira TNI AD berhasil di temukan di Lubang Buaya dan dimakamkan bertepatan dengan ulang tahun ABRI yaitu tanggal 5 Oktober 1965 di TMP Kalibata. Beberapa orang yang terlibat dalam pemberontakan G 30 S/PKI kemudian melarikan diri ke berbagai tempat di Pulau Jawa termasuk Letkol Untung yang akhirnya berhasil ditangkap di Tegal pada tanggal 11 Oktober 1965, D.N. Aidit sebagai pimpinan PKI waktu itu ditangkap di Surakarta pada 22 November 1965 dan tokoh-tokoh PKI lainnya.
          Tuntutan untuk membubarkan PKI, bubarkan kabinet seratus menteri dan turunkan harga kemudaian dikumandangkan oleh para mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi hingga salah seorang mahasiswa dari Universitas Indonesia Arif Rahman Hakim tewas dalam aksi demonstrasi tersebut yang kemudian mendapat gelar pahlawan amanat penderitaan rakyat (Ampera). Gejolak politik yang terjadi pada saat itu membuat Soekarno mengeluarkan surat perintah yang dibuat pada tanggal 11 Maret 1966 yang kemudian dikenal dengan Supersemar, isinya memberikan amanat kepada Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan demi mencapai keamanan dan ketenangan. Supersemar ini merupakan titik awal berdirinya rezim Orde Baru karena pada tanggal 12 Maret 1966 PKI dinyatakan sebagai partai terlarang di seluruh Indonesia, semua orang yang diindikasikan terlibat dalam peristiwa G 30 S/PKI dibersihkan dari kabinet dan berdirilah kabinet Orde Baru yang berkuasa lebih dari 30 tahun.
D.    Biodata Pahlawan Revolusi.
1.     Letnan Jenderal Anumerta S. Parman

Nama: Letnan Jenderal Anumerta S. Parman
Lahir:   Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918
Agama:  Islam
Pendidikan Umum Terakhir:  Sekolah Tinggi Kedokteran (tidak tamat)
Pendidikan Lain:  Kenpei Kasya Butai
Pendidikan Tentara:  Military Police School, Amerika Serikat.
Pengalaman Pekerjaan: Jawatan Kenpeitai
Tanda Penghormatan:  Pahlawan Revolusi
Meninggal: Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan:  Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
2.    Kapten Peiere Andreas Tendean

Nama : Kapten Peiere Andreas Tendean
Lahir : Jakarta, 21 Februari 1939
Agama : protestan
Pendidikan Umum :
– SD di Magelang
– SMP B
– SMA B
pendidikan Militer : ATEKAD
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi
Meninggal: Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
3.    Letnan Jenderal Anumerta Suprapto

Nama : Letnan Jenderal Anumerta Suprapto
Lahir : Purwokerto, 20 Juni 1920
Agama : Islam.
Pendidikan Umum :
– MULO (setingkat SLTP)
– AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta, tamat tahun 1941
– Kursus Pusat Latihan Pemuda
– Latihan Keibodan, Seinendan, dan Syuisyintai
Pendidikan Tentara : Koninklijke Militaire Akademie di Bandung, tapi tidak sampai tamat.
Pengalaman Pekerjaan : Kantor Pendidikan Masyarakat
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi
Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
4.    Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani

Nama : Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani
Lahir : Jenar, Purworejo, 19 Juni 1922
Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata
Agama : Islam
Ayah : Sarjo bin Suharyo
Ibu : Murtini
Pendidikan Formal:
– HIS (setingkat S D) Bogor, tamat tahun 1935
– MULO (setingkat S M P) kelas B Afd. Bogor, tamat tahun 1938
– AMS (setingkat S M U) bagian B Afd. Jakarta, berhenti tahun 1940
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi
5.    Letnan Jenderal Anumerta M.T. Haryono

Nama : Letnan Jenderal Anumerta M.T. Haryono
Lahir :  Srabaya, 20 Januari 1924
Agama : Islam
Pendidikan Umum:
– ELS (setingkat Sekolah Dasar)
– HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum)
– Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang)
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi
Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
6.    Mayor Jenderal Anumerta Donald Isac Panjaitan

Nama : Mayor Jenderal Anumerta Donald Isac Panjaitan
Lahir : Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925
Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata
Agama : Kristen
Pendidikan Formal:
– Sekolah Dasar
– Sekolah Menengah Pertama
– Sekolah Menengah Atas
Pendidkan Militer : Latihan Gyugun
Tanda Kehormatan : Pahlawan Revolusi
7.    Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo

Nama : Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo
Lahir : Kebumen, 23 Agustus 1922
Gugur : Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965
Agama : Islam
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi

Pendidikan:
– HIS di Semarang
– AMS tahun 1942 di Semarang
– Balai Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta.

Selasa, 13 Oktober 2015

Sejarah Kabinet Ali Sastroamidjojo II Dan Kabinet Djuanda

 “Kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956-14 Maret 1957)
Kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956 - 14 Maret 1957). Ali Sastroamidjojo kembali diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet baru yang dibentuknya itu merupakan kabinet koalisi antara PNI, Masyumi dan NU.
Keanggotaan Kabinet Djuanda
No
Jabatan
Nama Menteri
1
2
3
4
(a.i.)Ali Sastroamidjojo
5
6
7
8
Menteri Muda Perdagangan
9
Menteri Muda Pertanian
10
Menteri Muda Perhubungan
11
12
13
14
15
16
17
18
Djuanda
(Urusan Perencanaan)
Rusli Abdul Wahid
(Urusan Umum)
Dahlan Ibrahim
(Urusan Bekas Pejuang Kemerdekaan)

Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah :
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut :
·         Perjuangan pengembalian Irian Barat
·         Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
·         Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
·         Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
·         Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokok dari kabinet ini adalah sebagai berikut :         
·         Pembatalan KMB.  
·         Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia.
·         Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan ekonomi, keuangan, industri, perhubungan, pendidikan dan pertanian.
·         Melaksanakan keputusan Konferensi Asia-Afrika.
Keberhasilan Kabinet Ali Sastroamijdojo II :
·         Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala yang dihadapi Kabinet Ali Sastroamijdojo II :
·         Berkobarnya semangat anti-Cina di masyarakat.
·         Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer, seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
·         Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
·         Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
·         Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamidjojo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.    
Akhir Kabinet Ali Sastroamidjojo II :
·         Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
 Kabinet Djuanda (9 April 1957-10 Juli 1959)

          Kondisi politik Indonesia yang tidak stabil telah membuat silih bergantinya Kabinet. Kabinet Djuanda dibentuk setelah Kabinet Ali Sastroamidjojo dua turun. Kabinet Djuanda, disebut juga Kabinet Karya, periode memerintah atau masa bakti dimulai pada 9 April 1957 hingga 10 Juli 1959. Presiden Soekarno membentuk Kabinet Karya pada tanggal 9 April 1957 dengan Djuanda Kartawidjaja (1911-1963) sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-11.
Proses Terbentuknya Kabinet Djuanda
            Proses terbentuknya Kabinet Djuanda dilatarbelakangi suasana politik saat itu yang dalam kondisi mendesak dan genting. Kondisi bangsa saat itu menuju perpecahan di antaranya akibat polarisasi yang dilakukan partai-partai dan pembagian Jawa-luar Jawa. Struktur ekonomi saat itu banyak dilakukan oleh orang-orang etnis China, sedangkan suku Jawa mendominasi struktur dalam pemerintahan.Sentimen-sentimen kesukuan dan kedaerahan menjadi jelas yang didorong oleh perbedaan-perbedaan daerah yang diungkap dalam Pemilu 1955. Suku Sunda menyatakan kejengkelannya karena orang-orang Jawa yang menguasai bidang pemerintahan. Masyarakat di luar Jawa juga umumnya frustasi dengan nilai mata uang rupiah yang tinggi yang dianggap sebagai puncak Pemerintah di Jakarta melalaikan tugasnya.
            Sejak 1952, militer di beberapa daerah banyak menjalin kerjasama yang tak lazim dengan instansi-instansi sipil di luar Jawa untuk memenuhi kebutuhan kesatuannya hingga penghasilan pribadi mereka. Jakarta terutama Nasution dan para pengikutnya tidak menyukai hal tersebut, hingga setelah menjadi Kepala Staff Tetara pada bulan November 1956. Nasution memulai kebijakan memindalahkan perwira secara besar-besaran yang kebanyakan dari mereka telah banyak terlibat dalam perusahaan-perusahaan swasta lokal. Hal tersebut menyebabkan pertalian pihak militer dan sipil terpecah menjadi dua kelompok.
            Puncaknya, saat ada usaha menawan Menteri Luar Negeri yang berasal dari PNI, Ruslan Abdulgani dengan tuduhan korupsi oleh pendukung kelompok militer yang menentang Nasution, yang kebanyakan adalah perwira militer anti-Jakarta. Usaha penawanan ini digagalkan oleh Nasution.Kelompok tersebut juga merencanakan kudeta dengan dukungan beberapa perwira Divisi Siliwangi di Jawa Barat. Kudeta yang dilancarkan saat Presiden Soekarno tengah dalam kunjungan kenegaraan ke negara-negara komunis pada 28 Agustus-16 Oktober 1956. Kudeta tersebut ingin memecat Nasution dan menggulingkan pemerintahan kabinet sebelum Soekarno kembali ke Indonesia. Namun pemberontakan tersebut digagalkan oleh kelompok pendukung Nasution sebelum bisa memasuki Jakarta.
            Rencana Presiden Soekarno tentang pembubaran partai politik melalui pidatonya pada 28 Oktober 1956, membuat militer gusar. Hal ini dikarenakan akan memunculkan kekuatan PKI dan kelompok kiri di sekitar Soekarno. Dua hari kemudian Soekarno menyatakan pemikirannya untuk membentuk Demokrasi Terpimpin. Masyumi menolak, sedangkan NU dan PNI bersikap ambivalen. Murba dan PKI menyetujui pemikiran tersebut.
            Tak berapa lama, pada Desember 1956, militer di sejumlah daerah mengambil alih kekuasaan sipil seperti di Sumatera Utara dan Selatan. Kondisi ini didukung perusahaan-perusahaan asing di sana, Militer pun menangkapi anggota-anggota PKI yang menentang pengambil alihan tersebut. Hilangnya kekuasaan atas Sumatera menyebabkan hilangnya sumber perekonomian.Tuntutan otonomi khusus juga meluas hingga Kalimantan.Sulawesi, dan Maluku.
            Ancaman disintegrasi bangsa ini, memaksa Nasution mengambil prakarsa untuk mengakhiri Demokrasi Parlementer. Usulan membentuk Kabinet Hatta untuk meredam permasalahan ditolak oleh Soekarno. Nasution lalu mendesak Presiden Soekarno mengumumkan keadaan darurat perang di mana akan menempatkan militer sebagai pemegang kekuasaan dan memberinya alat untuk mengurus perpecahan-perpecahan yang terjadi di internal militer, yang disetujui oleh Presiden Soekarno. Pada 14 Maret 1957, Ali mengundurkan diri dan Presiden Soekarno mengumumkan darurat perang. Otomatis, posisi partai politik menjadi ‘bertahan’ dan sukar untuk saling bekerja sama dalam mempertahankan Demokrasi Parlementer.
Keanggotaan Kabinet Djuanda
            Pada 9 April 1957, Soekarno mengumumkan pembentukan Kabinet Karya Djuanda di bawah komando seorang non-partai, Djuanda Kartawidjaja sebagai Perdana Menteri. Susunannya adalah sebagai berikut:
·         Perdana Menteri                         : Djuanda Kartawidjaja
·         Wakil Perdana Menteri                : Hardi
                                               
: Idham Chalid
                                               
: J. Leimena
·         Menteri Luar Negeri                    : Subandrio
·         Menteri Dalam Negeri                : Sanusi Hardjadinata
·         Menteri Pertahanan                    : Djuanda
·         Menteri Kehakiman                    : GA Maengkom
·         Menteri Penerangan                    : Soedibjo
·         Menteri Keuangan                      : Sutikno Slamet
·         Menteri Pertanian                       : Sadjarwo
·         Menteri Perdagangan                  : Prof. Drs. Soenardjo
·         Menteri Perindustrian                  : FJ Inkiriwang
·         Menteri Perhubungan                 : Sukardan
·         Menteri Pelayaran                      : Mohammad Nazir
·         Menteri PU dan Tenaga              : Pangeran Mohammad Nur
·         Menteri Perburuhan                    : Samjono
·         Menteri Sosial                            : J. Leimena
·         Menteri Pendidikan&Kebudayaan : Prijono
·         Menteri Agama                          : Mohammad Iljas
·         Menteri Kesehatan                      : Azis Saleh
·         Menteri Agraria                          : R. Sunarjo
·         Menteri Tenaga Rakyat               : A.M. Hanafi
·         Menteri Negara                          : FL Tobing
                                                :
Chaerul Saleh
                                                :
FL Tobing
                                                :
Suprajogi
                                                :
Wahid Wahab          
                                                :
Mohammad Yamin
Pencapaian Kabinet Djuanda
            Kabinet Djuanda bekerja di bawah bayang-bayang transisi Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin. Tugas dari kabinet ini sangatlah berat terutama menghadapi pergolakan-pergolakan yang terjadi di berbagai daerah, perjuangan mengembalikan Irian Barat dan menghadapi masalah ekonomi yang sangat buruk. Untuk mengatasi masalah tersebut, Kabinet Karya menyusun program yang disebut Pancakarya, yaitu:
1.     Membentuk Dewan Nasional.
2.    Normalisasi keadaan republik.
3.    Melancarkan pelaksanaan pembatalan persetujuan KMB.
4.    Memperjuangkan Irian Barat.
5.    Mempercepat proses pembangunan

Keberhasilan Kabinet Djuanda :
1.     Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia karena lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
2.    Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Dengan dibentulnya Dewan Nasional merupakan titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
3.    Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
4.    Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala yang dihadapi Kabinet Djuanda :
1.     Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
2.    Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
3.    Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-putrinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.     
Akhir Kabinet Djuanda
          Terwujudnya Demokrasi Terpimpin terjadi ketika Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diterbitkan. Hal ini dikarenakan terjadinya kelarutan waktu Konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar yang diharapkan setelah mereka tidak mungkin lagi bersidang. Maka, mulai timbul keinginan untuk kembali ke UUD 1945. Presiden Soekarno lalu mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Soekarno juga membubarkan Konstituante.
          Pada saat itu pula, diumumkan Kabinet Kerja dengan Presiden Soekarno menjadi Perdana Menteri dan Djuanda sebagai Menteri Utama.Demokrasi Terpimpin mengatur secara tegas tentang partai politik, di mana tidak boleh ada pejabat tinggi negara yang menjadi anggota partai politik. Hanya PKI-lah partai yang masih memiliki kekuatan untuk dekat bersama Soekarno. Dengan kekuasaan yang sangat besar atas diri Soekarno sebagai Presiden, maka demokrasi terpimpin telah menggusur demokrasi parlementer. Sejak itu mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.